KERUNTUHAN
KERAJAAN DEMAK
Zainul Hasan/120731425973/A/2012
Abstrak: Kerajaan
Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa yang dsinyalir muncul setelah
Majapahit runtuh. Demak runtuh akibat banyaknya masalah terutama masalah dalam
keluarga yang brkaitan dengan pewarisan tahta kerajaan. Hal tersebutlah yang
akhirnya membuat ketidakstabilan Demak.
Kata-kata kunci: Sengketa
Antar Keluarga, Keruntuhan Demak
Demak merupakan kerajaan Islam yang ada
di Jawa tepatnya setelah Majapahit runtuh. Tetapi ada yang mengatakan bahwa
Demak telah ada sebelum Majapahit runtuh. Hal tersebut didukung oleh adanya
penjelasan bahwa sebelum menjadi kerajaan yang utuh, Demak merupakan kadipaten
di bawah Majapahit.
Pada masa-masa awal, Demak mengincar
Malaka namun keinginan tersebut harus pupus karena Portugis telah lebih dulu
menguasai Malaka. Sejak tahun 1509, Yat Sun alias Adiati Unus, putra Sulung Jin
Bun alias Raden Patah, telah bersiap-siap untuk menyerang Malaka.[1]
Tetapi seperti apa yang tersebut di atas, keinginannya pupus karena Portugis
telah terlebih dahulu menguasai Malaka.
Demak tidak serta merta berhenti begitu
saja namun melanjutkan rencananya dengan berhubungan baik dengan
pedagang-pedagang Jawa yang berada di Malaka. Demak dapat dikatakan cekatan
dalam hal taktik perang meskipun pada kenyataan taktik tersebut gagal. Awalnya
Demak berhubungan dengan pemimpin yang menjadi atasan atau tempat berlindung
para pedagang Jawa yang berada di Malaka namun hubungan tersebut tercium oleh
Portugis. Sehingga pemimpin pedagang Jawa, Utimuti Raja dijatuhi hukuman mati
oleh Portugis.
Setelah peristiwa tersebut Portugis
berusaha mencari pengganti Utimuti Raja namun pengganti yang dipilih oleh
Portugis tersebut mangkir. Mangkir disini bukan mangkir dalam hal kecil. Tetapi
Patih Kadir yang ditunjuk sebgai pengganti Utimuti Raja malah menjadi
provokator pemberontakan pada Portugis. Sehingga menimbulkan rasa kecewa dan
marah bagi pihak Portugis.
Dilain pihak, pasukan perang Demak yang
dipimpin oleh Adipati Unus berangkat ke Malaka dengan maksud menyerang dan
merebut Malaka. Dalam penyerangan tersebut Adipati Unus menunggu bantuan dari
pihak pedagang Jawa namun sampai Adipati Unus berada di pantai Malaka tidak
kunjung tiba bantuan tersebut. Akibatnya kapal-kapal perang Demak dihujani
peluru Portugis yang telah siap menunggu kedatangan Demak. Sehingga Demak
mengalami kegagalan yang cukup besar dalam penyerangan ini. Sedangkan di lain
pihak, Portugis menang besar karena ia memiliki bantuan dari orang yang cukup
berkuasa di Malaka.
Portugis
mendapat bantuan dari menantu Sultan dari Malaka. Menantu Sultan tersebut
memiliki maksud tidak baik terhadap Sultan Malaka karena ia membantu Portugis
dengan maksud tertentu. Menantu Sultan Malaka membantu Portugis dengan maksud
agar diangkat menjadi Sultan menggantikan mertuanya. Karena pada kala itu
Malaka telah berada di bawah kekuasaan Portugis.
Penjelasan di atas merupakan pengantar
mengenai Demak yang berusaha untuk mengusir Portugis dariMalaka yang dianggap
mengganggu keberlangsungan Demak. Setelah penyerangan di atas, Demak melakukan
penyerangan kembali pada Portugis namun tetap gagal. Tetapi Demak terus
berusaha mendapatkan apa yang diinginkan.
Sebelum menginjak pada pembahasan
mengenai keruntuhan Demak, ada baiknya kita menelaah terlebi dahulu mengenai
Kerajaan Demak selain pembahasan di atas yang ditujukan untuk mengusir Portugis
yang dianggap dapat mengganggu kehidupan Demak. Demak yang mulanya adalah
kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit dapat muncul sebagai daerah yang menjadi
kerajaan secara mandiri. Demak yang merupakan kota dagang menjadi lebih mudah
untuk lepas dari Majapahit.
Ditinjau dari silsilah Raja Demak kita
bisa melihat sebuah keunikan tersendiri dimana sang Raja merupakan keturunan
dari Raja Majapahit yakni Brawijaya V. tentunya disini menimbulkan pertanyaan
mengapa bisa demikian. Hal tersebut mungkin terjadi karena adanya perbedaan
keyakinan antara Raja Brawijaya V dengan Raden Patah. Raden Patah sendiri
memiliki julukan yakni Jin Bun di kalangan masyarakat Tionghoa.
Dalam perkembangannya Demak memiliki
beberapa aspek penting yang mendukungnya menjadi sebuah kerajaan yang dapat
dikatakan kuat. Demak sendiri memiliki letak yang strategis karena merupakan
wilayah yang menghubungkan Indonesia bagian barat dan bagian tmur daalm bidang
perdagangan. Sehingga setelah Majapahit hancur Demak memiliki kecenderungan
untuk dikenal dan diakui oleh khalayak luas. Dengan raja pertamanya Raden Patah
yang memiliki gelar Sultan Alam Akbar Al-Fatah.
Setelah Raden
Patah, tahta kerajaan Demak diwariskan kepada Adipati Unus. Yang menjadi
permasalahan disini ialah setelah Adipati Unus atau Yat Sun wafat pada tahun
1521 ialah karena ia tidak meiliki keturunan. Permasalahan inilah yang
disinyalir menjadi salah satu penyebab keruntuhan Demak. Permasalahan sengketa
tahta dalam keluarga akhirnya dapat dimenangkan oleh Sultan Trenggana.
Masa kejayaan
Demak terjadi pada masa Pemerintahan Sultan Trenggana melihat luasnya wilayah
yang dikuasai salah satunya di Jawa Barat. Ekspansi Demak ke Jawa Barat dimulai
dengan ekspedisi Syeh Nurullah atau yang kemudian dikenal sebagai Sunan Gunung
Jati, yang berhasil berturut-turut mendirikan kerajaan Cirebon dan Banten.
[2]
Dari sini kita bisa melihat bagaimana besarnya kekuasaan Demak sehingga pada
Masa ini dapat dikatakan masa kejayaan Demak. Raja Demak selanjutnya adalah
Sunan Prawata.
Selain itu,
Demak juga berusaha memusnahkan Portugis yang dianggap mengganggu
keberlangsungan demak selain cara di atas Demak juga berusaha menyingkirkan
Portugis saat Portugis bekerjasama dengan Pajajaran. Dalam penyerangan tersebut
tentara Demak dipimpin oleh Fatahillah yang kemudian berhasil menduduki wilayah
tersebut. Selain ke Jawa Barat, Sultan Trenggana juga mengirimkan pasukan untuk
menaklukan kota Majapahit. Dalam penaklukan tersebut Girindrawardhana wafat
namun anak-anaknya menolak masuk Islam dan pergi ke Panarukan dan Pasuruan.
Dalam penyerangan ke Panarukan, Sultan Treanggana tewas.
Ditinjau dari
segi ekonomi Demak meiliki potensi sebagai kerajaan Maritim. Hal tersebut
karena Demak merupakan kota dagang yang merupakan penghubung antara Indonesia
bagian barat dan Timur. Selain itu jika ditibjau dari segi sosial budaya yang
mana Demak merupakan pusat penyebaran agama Islam di Jawa menjadi tempat
berkumpulnya para wali yang mana berpengaruh besar bagi kehidupan yang agamis.
Kali ini kita
akan menginjak pada permasalahan utama yang akan kita bahas. Yakni mengenai
keruntuhan kerajaan Demak yang disebabkan oleh beberapa faktor penting yang
sangat berpengaruh.
1.
Kelemahan
Demak
Di awal telah disebutkan bahwa Demak menjadi sebuah kerjaan yang bisa
dikatan sebagai kerajaan yang besar karena merupakan kerajaan yang berada di
daerah pantai. Sehingga berkembang menjadi kerajaan maritim. Kita tentunya
perlu menelaah lebih lanjut, bahwa kita ingat kalau banyak hal yang cenderung
memiliki dua sisi. Yakni sisi positif dan negatif.
Dilihat dari segi positif yang tersebut di atas ialah bahwa dengan
keadaan Demak sebagai kota dan kerajaan maritim. Oleh karena itulah pertumbuhan
dan perkembangan Demak menjadi cepat. Karena menghubungkan antara Indonesia
bagian timur dan Indonesia bagian barat.
Tetapi kita juga jangan lupa dengan adanya sebutan kerajaan maritim
tentunya segala sesuatunya cenderung berpusat pada wilayah pantai. Dari sini
kita bisa melihat dan menelaah bahwa dulunya kekuatan Majapahit menjadi
kerajaan yang besar salah satunya adalah kekuatan masyarakat yang ada di
pedalaman. Tetapi dalam hal ini cenderung dilupakan oleh para raja Demak.
Pada masa
awal Demak, Jin Bun atau Raden Patah terlalu berambisi menciptakan kerajaan
maritim. Sehingga cenderung melupakan masyarakat yang ada di pedalaman.
Masyarakat yang ada di pedalaman merasa kecewa dan merasa didiskriminasi karena
ulah Raden Patah itu sendiri Karena hal tersebut akhirnya memicu rentetan
peristiwa yang berkaitan dengan masalah pembedaan tersebut.
Kekecewaan dan rasa adanya diskriminasi oleh masyarakat di pedalaman
bukan tanpa sebab, karena Raden Patah cenderung merangkul masyarakat Tionghoa.
Sedangkan masyarakat Tionghoa itu sendiri dapat dikatakan bukanlah penduduk
asli jika dibandingkan dengan masyarakat pedalaman. Akibatnya masyarakat
pedalaman menjadi memusuhi Demak.
Dalam masalah ketehanan kerajaan sendiri menjadi lemah karena terbagi
menjadi satuan kecil yang terpecah belah di berbagai tempat. Keadaan demikian
sangat merugikan kerajaan karena jika ada penyerangan dari musuh maka akan
sulit untuk bersatu. Memang Raden Patah mendapat bantuan dari masayrakat
Tionghoa yang ia rangkul. Tetapi apalah daya, karena kekuatan masyarakat pedalaman
cenderung lebih besar.
2.
Sengketa
Antarkeluarga
Pada pembahasan di atas telah sedikit kita singgung
mengenai masalah keluarga yang berkaitan dengan pewarisan tahta kerajaan.
Sebelum kita membahas mengenai persengketaan tahta, pertama-tama kita telaah dulu
raja-raja yang pernah berkuasa di Demak:
1.)
Raden Patah[3]
2.)
Adipati Unus[4]
3.)
Sultan
Trenggana[5]
4.)
Sunan Prawata[6]
Dalam
perjalanannya, pewarisan tahta Demak diwarnai adanya persengketaan tak luput
pula pertumpahan darah terjadi dalam persengketaan tersebut. Dikatakan bahwa
Raden Patah memiliki beberapa anak dari beberapa istri yang mana Adipati Unus
merupakan Putra Mahkota yang langsung menapatkan warisan tahta. Yang jadi
permasalahan disini adalah setelah Adipati Unus wafat.
Setelah
Adipati Unus wafat dimulailah persengketaan keluarga untuk memeperebutkan tahta
kerajaan. Permasalahan ini timbul karena Adipati Unus tidak memiliki
keturunan(putra) hingga ia wafat. Karena masalah tersebut saudara-saudaranya
saling berseteru untuk memperoleh tahta kerajaan Demak. Adik tiri Adipati Unus
yakni Pangeran Seda Lepen berebut kekuasaan dengan Trenggana yang merupakan
adik kandung Adipati Unus. Memang pada mulanya timbul permasalahan yang dapat
mengunggulkan Pangeran Seda Lepen[7]
yakni masalah usianya yang lebih tua dari Trenggana. Namun pada akhirnya
Trenggana lah yang berhasil memegang tampuh kekuasaan tahta Demak. Hal tersebut
dikarenakan ia merupakan anak dari istri pertama.
Dalam
perjalannya, setelah masalah ini masih terjadi masalah yang lebih besar karena
berkaitan dengan masalah nyawa. Sunan Prawata yang merupakan putra sulung dari
Sultan Trenggana dikatakan mempunyai hutang nyawa pada Arya Penangsang Jipang.
Permasalahannya adalah perebutan tahta pula. Sunan Prawata membunuh ayah Arya
Penangsang Jipang.
3.
Masalah
Politik
Masalah Politik disini ialah masalah
politik yang kaitannya dengan para pemimpin daerah bawahan Majapahit yang tidak
mau tunduk terhadap pemerintahan Demak. Kebanyakan dari mereka telah memeluk
agama Islam aliran Syiah. Mereka berusaha menghancurkan Demak. Mereka melakukan
cara yang bisa dikatakan secara terang-terangan ingin menghancurkan Demak.
Mereka berusaha menduduki wilayah Demak yang dapat
dikatakan wilayah yang sempit. Mereka bukan hanya menduduki wilayah tersebut
namun mereka juga menguasai penduduk di wilayah tersebut. Mereka juga melakukan
tindakan yang sangat merugikan Demak. Penduduk setempat dikatakan bebas dari
kekuasaan Demak.
Dari permasalahan di atas kita tahu bahwa Demak
tidak sepenuhnya menguasai wilayah bekas kekuasaan Majapahit. Akibatnya
kekuatan politik demak menjadi terpecah belah. Tidak sedikit para penguasai
bawahan Majapahit yang ingin mendirikan sebuah daerah kekuasaan sendiri tanpa
pengaruh Demak.
Salah satunya adalah Bupati Pengging yang ingin
mendirikan Negara kecil-kecil dan memiliki cita-cita membalskan dendam
Majapahit kepada Demak. Bupati Pengging tidak sendiri, selain ia juga masih ada
yang berusaha mengincar Demak yakni, Bupati Jayaningrat. Bupati Jayaningrat tak
lain merupakan ayah dari Bupati Pengging.
Ki Ageng Pengging memiliki putra yang nantinya akan
menjadi penguasa di Jawa. Hal tersebut memang nyata adanya, kelak putranya
tersebut akan menjadi penguasa kerajaan Islam di Jawa. Putranya tersebut ialah
Jaka Tingkir.
Jaka Tingkir yang masih kecil telah ditinggal wafat
oleh ayahnya karena ia tidak mau tunduk pada pemerintahan Demak. Akhirnya jaka
Tingkir dipungut oleh Nyi Ageng Tingkir. Nyi Ageng Tingkir merupakan janda dari
Ki Ageng Tingkir yang merupakan sepupu dari Ki Ageng Pengging. Saat masih
kecil, Jaka Tingkir diberi nama Mas Karebet karena ia lahir saat ayahnya
menanggap wayang beber.
Karena ia tumbuh dan besar di Desa Tingkir leh Nyi
Ageng Tingkir yang merupakan janda Ki Ageng Tingkir ia dikenal dengan nama Jaka
Tingkir. Setelah dewasa Jaka Tingkir mengabdikan dirinya pada kerajaan Demak.
Jaka Tingkir mengabdikan dirinya pada masa pemerintahan Sultan Trenggana.
4.
Hubungan
antara Arya Penangsang Jipang dengan Jaka Tingkir
Mungkin kisah tentang Jaka Tingkir juga pernah ditayangkan dalam sinetron
di salah satu stasiun TV swasta di Indonesia sekitar tahun 2004. Namun apa yang
ditayangkan bisa dikatakan jauh dari apa yang tercatat dalam sejarah. Salah
satu yang mencolok ialah hubungan Jaka Tingkir dengan Dadung Awuk yang
dikisahkan sebagai sahabat yang saling membantu, tetapi dalam sejarah dikatakan
bahwa Dadung Awuk tewas di tangan Jaka Tingkir.
Dikisahkan bahwa Jaka Tingkir merupakan pemuda yang cakap dalam hal
pemerintahan dan rupanya yang tampan. Jaka Tingkir menjadi pemuda yang disukai
di kalangan kerajaan Demak. Hal tersebut nampak dari tindakan Sultan Trenggana
yang mengangkat Jaka Tingkir sebagai anak Pungut dan juga sebagai menantu
Sultan Trenggana.
Pada dasarnya Jaka Tingkir merupakan keturunan Majapahit yang dapat
diterima di kalangan kerajaan Demak. Hal tersebut dimungkinkan karena ia telah
memeluk agama Islam dan dalam jalan ia masuk ke ranah kerajaan Demak, ia
dibantu oleh Kyai Ganjur. Sehingga jalan ia masuk ke wilayah kerajaan Demak
mejadi lebih mulus.
Ia juga diangkat menjadi lurah prajurit tamtama Demak. Selain itu ia juga
mempunyai hak istimewa yakni kebebasan keluar masuk istana Demak yang mana
tidak semua orang berhak keluar masuk istana secara leluasa. Karena hal-hal
tersebut akhirnya menimbulkan rasa sombong pada Jaka Tingkir.
Kesombongannya terlihat jelas ketika ada seseorang yang memiliki kemapuan
keperwiraan tinggi namun karena rupa yang jelek dan tidak suka pada Jaka
Tingkir. Jaka Tingkir sampai membunuh orang tersebut. Orang yang dimaksud ialah
Dadung awuk dari Kedu yang mana dalam kisah-kisah yangada di televisi dikatakan
bahwa Dadung Awuk merupakan sahabat terbaik Jaka Tingkir.
Berbicara mengenai hubungan Jaka Tingkir dengan Arya Penangsang Jipang
ialah berkenaan dengan perbuatan Arya yang membunuh ipar Jaka Tingkir. Arya
Penangsang Jipang membunuh Sunan Prawata beserta iparnya yakni Pangeran
Kalinyamat. Karena peristiwa tersebut Nyi Ratu Kalinyamat menjadi janda dan
bertapa telanjang di sebuah gunung dengan harapan agar Arya Penangsang Jipang
dapat dibunuh. Dan ia tidak akan berhenti bertapa sebelum Arya Penangsang
Jipang tewas.
Dalam perjalanannya Nyi Ratu Kalinyamat membuat sayembara bagi siapapun
yang bisa menyingkirkan Arya Penangsang Jipang akan diberikan hadiah yang
besar. Kabar tersebut didengar oleh Jaka Tingkir, sebagai adik ipar, Jaka
Tingkir menyanggupi keinginan kakak iparnya tersebut. Dalam usaha menyingkirkan
Arya Penangsang Jipang, Jaka Tingkir tidak sendiri. Ia dibantu oleh Ki Ageng
Pemanahan dan Ki Ageng Panjawi. Sebagai bentuk penghargaan dan hadiah, Ki Ageng
Pemanahan mendapat bagian daerah Mataram dan Ki Ageng Panjawi memperoleh daerah
Pati.
Mengenai bentuk pengisahan kehidupan Jaka Tingkir dalam sebuah film
ataupun acara di televsi cenderung mendapat pengaruh subyektif. Hal tersebut
dikarenakan adanya faktor pasar. Jadi kita dalam menelaah sesuatu janganlah
langsung membuat kesimpulan apalagi dengan sumber yang berkaitan dengan aspek
komersil. Meskipun tidak semua hanya mengutamakan aspek komersil.
Kembali lagi pada pembahasan mengenai akhir dari kerajaan Demak ialah
setelah Jaka Tingkir berhasil menyingkirkan Arya Penangsang Jipang. Dalam hal
ini apat dikatakan bahwa Majapahit kembali tumbuh meskipun bukan tumbuh sebagai
sebuah kerajaan. Tetapi Majapahit tumbuh dalam hal perebutan tahta.
Memang Jaka Tingkir yang merupakan keturunan dari orang Majapahit tidak
menjadi Sultan Demak. Namun Jaka Tingkir menjelma sebagai Sultan Pajang pertama
yang menandai bahwa Demak telah runtuh. Dalam konteks ini jelas bahwa Demak
telah dihancurkan oleh Majapahit secara tidak langsung.
Adapun peristiwa penting yang terjadi setelah demak runtuh adalah adanya
perubahan aliran agama dari mazhab Hanafi yang bertumpu pada ajaran Imam
Hanafi. Menuju arah aliran Syiah yang dipelopori oleh Syeh Siti Jenar. Memang
sudah tidak heran jika ada perubahan tersebut karena Sultan Pajang yakni
Adiwijaya merupakan keturunan Ki Ageng Pengging yang menganut aliran Syiah.
Aliran Syiah merupakan aliran yang bisa dikatakan mirip dengan panteisme
yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah Tuhan. Aliran
ini telah dihancurkan karena dianggap
menyimpang dan dianggap meuju ke arah kemusyrikan. Dengan jalan membunuh
Syeh Siti Jenar. Pembunuhan terhadap Syeh Siti Jenar sendiri dilakukan oleh
para wali.
Dalam perkembangannya aliran syiah ini masih berkembang dan terus ada
karena pendukungnya masih ada. Memang sulit untuk memusnahkan aliran tertentu
dalam sebuah agama. Karena bukan hanya satu orang saja yan menganutnya. Tetapi
ada kecenderungan untuk dianut oleh beberapa orang yang nantinya akan diwariskan
pada penerus atau keturunanya.
Pewarisan aliran ini mungkin berlaku pula pada Sultan Adiwijaya[8]
yang mana ayahnya sendiri merupakan murid dari Syeh Siti Jenar. Sehingga
bukannya tidak mungkin kalau aliran tersebut diturunkan. Selain itu Sultan Adiwijaya
atau yang sebelumnya dikenal dengan nama Jaka Tingkir di asuh oleh Nyi Ageng
Tingkir yang mana suami dari Nyi Ageng Tingkir yang merupakan sepupu dari Ki
Ageng Pengging, ayah Sultan Adiwijaya. Mereka berdua merupakan murid dari Syeh
Siti Jenar yang menganut aliran Syiah.
Selanjutnya ialah kaitannya dengan Wali Sembilan atau dalam bahasa Jawa
disebut wali songo. Wali Sembilan
memiliki andil penting dalam penyebaran agama Islam. Selain itu Wali Sembilan
ikut andil dalam penumpasan aliran atau bentuk pemberontakan maupun tindakan
yang mengancam kerajaan.
Buktinya Wali Sembilan ikut serta dalam eksekusi Syeh Siti Jenar yang
dianggap menyebarkan aliran sesat. Dengan menganggap dirinya adalah Tuhan.
Selain itu Wali Sembilan utamanya Sunan Kudus yang mengeksekusi Ki Ageng
Pengging yang dianggap berkedok menjalankan tugas agama tetapi pada dasarnya
ingin mengambil alih tampuh kekuasaan Sultan Demak. Penting dicatat di sini
bahwa raja-raja Demak terkenal sebagai pelindung agama sehingga antara
raja-raja dengan kaum ulama erat bergandengan, terutama dengan Wali Sanga.[9]
[1] Slamet Muljana, 2005: 216.
[2] Sartono Kartodirjo,1988: 30.
[3] Lihat glossarium
[4] Lihat glossarium
[5] Lihat glossarium
[6] Lihat glossarium
[7] Lihat glossarium
[8] Lihat glossarium
[9] Poesponegoro M. D. &
Notosusanto N. 2010: 54.
GLOSSARIUM
1.
Adipati Unus memiliki nama lain
yakni Yat Sun sekaligus raja kedua Demak
2. Pangeran Seda Lepen saudara
dari Trenggana yang mati di tangan Sunan Prawata
3.
Raden Patah memiliki nama lain
yakni Jin Bun sekaligus raja pertama Demak
4.
Sultan
Adiwijaya merupakan nama dari
Jaka Tingkir setelah ia menjadi Raja Pajang yang pertama
5.
Sultan Trenggana memiliki nama lain yakni Tung
Ka Lo sekaligus raja ketiga Demak
6.
Sunan Prawata memiliki nama lain yakni
Muk Ming sekaligus raja keempat Demak
DAFTAR
RUJUKAN
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CC4QFjAA&url=http%3A%2F%2Fhandoyo74.files.wordpress.com%2F2007%2F09%2Fkerajaan-demak.doc&ei=L6gxUYufEsHsrAfsuYHIDg&usg=AFQjCNGSJmxi4dzlHAjWXpg_K76XaPdBVg&bvm=bv.43148975,d.bmk
Kartodirdjo,
S. 1988. Pengantar Sejarah Indonesia
Baru: 1500-1900 dari Emporium sampai Imperium Jilid I. Jakarta: Gramedia.
Muljana,
S. 2005. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa
dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara. Yogyakarta: Lkis.
Poesponegoro,
M. D. & Notosusanto, N. 2010. Sejarah
Nasional Indonesia III. Jakarta: Balai Pustaka.