Pages

Senin, 01 April 2013

Kerajaan Islam di Jawa: Kerajaan Demak



KERUNTUHAN KERAJAAN DEMAK

Zainul Hasan/120731425973/A/2012

Abstrak: Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa yang dsinyalir muncul setelah Majapahit runtuh. Demak runtuh akibat banyaknya masalah terutama masalah dalam keluarga yang brkaitan dengan pewarisan tahta kerajaan. Hal tersebutlah yang akhirnya membuat ketidakstabilan Demak.

Kata-kata kunci: Sengketa Antar Keluarga, Keruntuhan Demak

Demak merupakan kerajaan Islam yang ada di Jawa tepatnya setelah Majapahit runtuh. Tetapi ada yang mengatakan bahwa Demak telah ada sebelum Majapahit runtuh. Hal tersebut didukung oleh adanya penjelasan bahwa sebelum menjadi kerajaan yang utuh, Demak merupakan kadipaten di bawah Majapahit.
Pada masa-masa awal, Demak mengincar Malaka namun keinginan tersebut harus pupus karena Portugis telah lebih dulu menguasai Malaka. Sejak tahun 1509, Yat Sun alias Adiati Unus, putra Sulung Jin Bun alias Raden Patah, telah bersiap-siap untuk menyerang Malaka.[1] Tetapi seperti apa yang tersebut di atas, keinginannya pupus karena Portugis telah terlebih dahulu menguasai Malaka.
Demak tidak serta merta berhenti begitu saja namun melanjutkan rencananya dengan berhubungan baik dengan pedagang-pedagang Jawa yang berada di Malaka. Demak dapat dikatakan cekatan dalam hal taktik perang meskipun pada kenyataan taktik tersebut gagal. Awalnya Demak berhubungan dengan pemimpin yang menjadi atasan atau tempat berlindung para pedagang Jawa yang berada di Malaka namun hubungan tersebut tercium oleh Portugis. Sehingga pemimpin pedagang Jawa, Utimuti Raja dijatuhi hukuman mati oleh Portugis.
Setelah peristiwa tersebut Portugis berusaha mencari pengganti Utimuti Raja namun pengganti yang dipilih oleh Portugis tersebut mangkir. Mangkir disini bukan mangkir dalam hal kecil. Tetapi Patih Kadir yang ditunjuk sebgai pengganti Utimuti Raja malah menjadi provokator pemberontakan pada Portugis. Sehingga menimbulkan rasa kecewa dan marah bagi pihak Portugis.
Dilain pihak, pasukan perang Demak yang dipimpin oleh Adipati Unus berangkat ke Malaka dengan maksud menyerang dan merebut Malaka. Dalam penyerangan tersebut Adipati Unus menunggu bantuan dari pihak pedagang Jawa namun sampai Adipati Unus berada di pantai Malaka tidak kunjung tiba bantuan tersebut. Akibatnya kapal-kapal perang Demak dihujani peluru Portugis yang telah siap menunggu kedatangan Demak. Sehingga Demak mengalami kegagalan yang cukup besar dalam penyerangan ini. Sedangkan di lain pihak, Portugis menang besar karena ia memiliki bantuan dari orang yang cukup berkuasa di Malaka.
Portugis mendapat bantuan dari menantu Sultan dari Malaka. Menantu Sultan tersebut memiliki maksud tidak baik terhadap Sultan Malaka karena ia membantu Portugis dengan maksud tertentu. Menantu Sultan Malaka membantu Portugis dengan maksud agar diangkat menjadi Sultan menggantikan mertuanya. Karena pada kala itu Malaka telah berada di bawah kekuasaan Portugis.
Penjelasan di atas merupakan pengantar mengenai Demak yang berusaha untuk mengusir Portugis dariMalaka yang dianggap mengganggu keberlangsungan Demak. Setelah penyerangan di atas, Demak melakukan penyerangan kembali pada Portugis namun tetap gagal. Tetapi Demak terus berusaha mendapatkan apa yang diinginkan.
Sebelum menginjak pada pembahasan mengenai keruntuhan Demak, ada baiknya kita menelaah terlebi dahulu mengenai Kerajaan Demak selain pembahasan di atas yang ditujukan untuk mengusir Portugis yang dianggap dapat mengganggu kehidupan Demak. Demak yang mulanya adalah kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit dapat muncul sebagai daerah yang menjadi kerajaan secara mandiri. Demak yang merupakan kota dagang menjadi lebih mudah untuk lepas dari Majapahit.
Ditinjau dari silsilah Raja Demak kita bisa melihat sebuah keunikan tersendiri dimana sang Raja merupakan keturunan dari Raja Majapahit yakni Brawijaya V. tentunya disini menimbulkan pertanyaan mengapa bisa demikian. Hal tersebut mungkin terjadi karena adanya perbedaan keyakinan antara Raja Brawijaya V dengan Raden Patah. Raden Patah sendiri memiliki julukan yakni Jin Bun di kalangan masyarakat Tionghoa.
Dalam perkembangannya Demak memiliki beberapa aspek penting yang mendukungnya menjadi sebuah kerajaan yang dapat dikatakan kuat. Demak sendiri memiliki letak yang strategis karena merupakan wilayah yang menghubungkan Indonesia bagian barat dan bagian tmur daalm bidang perdagangan. Sehingga setelah Majapahit hancur Demak memiliki kecenderungan untuk dikenal dan diakui oleh khalayak luas. Dengan raja pertamanya Raden Patah yang memiliki gelar Sultan Alam Akbar Al-Fatah.
Setelah Raden Patah, tahta kerajaan Demak diwariskan kepada Adipati Unus. Yang menjadi permasalahan disini ialah setelah Adipati Unus atau Yat Sun wafat pada tahun 1521 ialah karena ia tidak meiliki keturunan. Permasalahan inilah yang disinyalir menjadi salah satu penyebab keruntuhan Demak. Permasalahan sengketa tahta dalam keluarga akhirnya dapat dimenangkan oleh Sultan Trenggana.
Masa kejayaan Demak terjadi pada masa Pemerintahan Sultan Trenggana melihat luasnya wilayah yang dikuasai salah satunya di Jawa Barat. Ekspansi Demak ke Jawa Barat dimulai dengan ekspedisi Syeh Nurullah atau yang kemudian dikenal sebagai Sunan Gunung Jati, yang berhasil berturut-turut mendirikan kerajaan Cirebon dan Banten. [2] Dari sini kita bisa melihat bagaimana besarnya kekuasaan Demak sehingga pada Masa ini dapat dikatakan masa kejayaan Demak. Raja Demak selanjutnya adalah Sunan Prawata.
Selain itu, Demak juga berusaha memusnahkan Portugis yang dianggap mengganggu keberlangsungan demak selain cara di atas Demak juga berusaha menyingkirkan Portugis saat Portugis bekerjasama dengan Pajajaran. Dalam penyerangan tersebut tentara Demak dipimpin oleh Fatahillah yang kemudian berhasil menduduki wilayah tersebut. Selain ke Jawa Barat, Sultan Trenggana juga mengirimkan pasukan untuk menaklukan kota Majapahit. Dalam penaklukan tersebut Girindrawardhana wafat namun anak-anaknya menolak masuk Islam dan pergi ke Panarukan dan Pasuruan. Dalam penyerangan ke Panarukan, Sultan Treanggana tewas.
Ditinjau dari segi ekonomi Demak meiliki potensi sebagai kerajaan Maritim. Hal tersebut karena Demak merupakan kota dagang yang merupakan penghubung antara Indonesia bagian barat dan Timur. Selain itu jika ditibjau dari segi sosial budaya yang mana Demak merupakan pusat penyebaran agama Islam di Jawa menjadi tempat berkumpulnya para wali yang mana berpengaruh besar bagi kehidupan yang agamis.
Kali ini kita akan menginjak pada permasalahan utama yang akan kita bahas. Yakni mengenai keruntuhan kerajaan Demak yang disebabkan oleh beberapa faktor penting yang sangat berpengaruh.

1.                  Kelemahan Demak
Di awal telah disebutkan bahwa Demak menjadi sebuah kerjaan yang bisa dikatan sebagai kerajaan yang besar karena merupakan kerajaan yang berada di daerah pantai. Sehingga berkembang menjadi kerajaan maritim. Kita tentunya perlu menelaah lebih lanjut, bahwa kita ingat kalau banyak hal yang cenderung memiliki dua sisi. Yakni sisi positif dan negatif.
Dilihat dari segi positif yang tersebut di atas ialah bahwa dengan keadaan Demak sebagai kota dan kerajaan maritim. Oleh karena itulah pertumbuhan dan perkembangan Demak menjadi cepat. Karena menghubungkan antara Indonesia bagian timur dan Indonesia bagian barat.
Tetapi kita juga jangan lupa dengan adanya sebutan kerajaan maritim tentunya segala sesuatunya cenderung berpusat pada wilayah pantai. Dari sini kita bisa melihat dan menelaah bahwa dulunya kekuatan Majapahit menjadi kerajaan yang besar salah satunya adalah kekuatan masyarakat yang ada di pedalaman. Tetapi dalam hal ini cenderung dilupakan oleh para raja Demak.
Pada masa awal Demak, Jin Bun atau Raden Patah terlalu berambisi menciptakan kerajaan maritim. Sehingga cenderung melupakan masyarakat yang ada di pedalaman. Masyarakat yang ada di pedalaman merasa kecewa dan merasa didiskriminasi karena ulah Raden Patah itu sendiri Karena hal tersebut akhirnya memicu rentetan peristiwa yang berkaitan dengan masalah pembedaan tersebut.
Kekecewaan dan rasa adanya diskriminasi oleh masyarakat di pedalaman bukan tanpa sebab, karena Raden Patah cenderung merangkul masyarakat Tionghoa. Sedangkan masyarakat Tionghoa itu sendiri dapat dikatakan bukanlah penduduk asli jika dibandingkan dengan masyarakat pedalaman. Akibatnya masyarakat pedalaman menjadi memusuhi Demak.
Dalam masalah ketehanan kerajaan sendiri menjadi lemah karena terbagi menjadi satuan kecil yang terpecah belah di berbagai tempat. Keadaan demikian sangat merugikan kerajaan karena jika ada penyerangan dari musuh maka akan sulit untuk bersatu. Memang Raden Patah mendapat bantuan dari masayrakat Tionghoa yang ia rangkul. Tetapi apalah daya, karena kekuatan masyarakat pedalaman cenderung lebih besar.

2.                  Sengketa Antarkeluarga
Pada pembahasan di atas telah sedikit kita singgung mengenai masalah keluarga yang berkaitan dengan pewarisan tahta kerajaan. Sebelum kita membahas mengenai persengketaan tahta, pertama-tama kita telaah dulu raja-raja yang pernah berkuasa di Demak:
1.)    Raden Patah[3]
2.)    Adipati Unus[4]
3.)    Sultan Trenggana[5]
4.)    Sunan Prawata[6]
Dalam perjalanannya, pewarisan tahta Demak diwarnai adanya persengketaan tak luput pula pertumpahan darah terjadi dalam persengketaan tersebut. Dikatakan bahwa Raden Patah memiliki beberapa anak dari beberapa istri yang mana Adipati Unus merupakan Putra Mahkota yang langsung menapatkan warisan tahta. Yang jadi permasalahan disini adalah setelah Adipati Unus wafat.
Setelah Adipati Unus wafat dimulailah persengketaan keluarga untuk memeperebutkan tahta kerajaan. Permasalahan ini timbul karena Adipati Unus tidak memiliki keturunan(putra) hingga ia wafat. Karena masalah tersebut saudara-saudaranya saling berseteru untuk memperoleh tahta kerajaan Demak. Adik tiri Adipati Unus yakni Pangeran Seda Lepen berebut kekuasaan dengan Trenggana yang merupakan adik kandung Adipati Unus. Memang pada mulanya timbul permasalahan yang dapat mengunggulkan Pangeran Seda Lepen[7] yakni masalah usianya yang lebih tua dari Trenggana. Namun pada akhirnya Trenggana lah yang berhasil memegang tampuh kekuasaan tahta Demak. Hal tersebut dikarenakan ia merupakan anak dari istri pertama.
Dalam perjalannya, setelah masalah ini masih terjadi masalah yang lebih besar karena berkaitan dengan masalah nyawa. Sunan Prawata yang merupakan putra sulung dari Sultan Trenggana dikatakan mempunyai hutang nyawa pada Arya Penangsang Jipang. Permasalahannya adalah perebutan tahta pula. Sunan Prawata membunuh ayah Arya Penangsang Jipang.

3.                  Masalah Politik
            Masalah Politik disini ialah masalah politik yang kaitannya dengan para pemimpin daerah bawahan Majapahit yang tidak mau tunduk terhadap pemerintahan Demak. Kebanyakan dari mereka telah memeluk agama Islam aliran Syiah. Mereka berusaha menghancurkan Demak. Mereka melakukan cara yang bisa dikatakan secara terang-terangan ingin menghancurkan Demak.
Mereka berusaha menduduki wilayah Demak yang dapat dikatakan wilayah yang sempit. Mereka bukan hanya menduduki wilayah tersebut namun mereka juga menguasai penduduk di wilayah tersebut. Mereka juga melakukan tindakan yang sangat merugikan Demak. Penduduk setempat dikatakan bebas dari kekuasaan Demak.
Dari permasalahan di atas kita tahu bahwa Demak tidak sepenuhnya menguasai wilayah bekas kekuasaan Majapahit. Akibatnya kekuatan politik demak menjadi terpecah belah. Tidak sedikit para penguasai bawahan Majapahit yang ingin mendirikan sebuah daerah kekuasaan sendiri tanpa pengaruh Demak.
Salah satunya adalah Bupati Pengging yang ingin mendirikan Negara kecil-kecil dan memiliki cita-cita membalskan dendam Majapahit kepada Demak. Bupati Pengging tidak sendiri, selain ia juga masih ada yang berusaha mengincar Demak yakni, Bupati Jayaningrat. Bupati Jayaningrat tak lain merupakan ayah dari Bupati Pengging.
Ki Ageng Pengging memiliki putra yang nantinya akan menjadi penguasa di Jawa. Hal tersebut memang nyata adanya, kelak putranya tersebut akan menjadi penguasa kerajaan Islam di Jawa. Putranya tersebut ialah Jaka Tingkir.
Jaka Tingkir yang masih kecil telah ditinggal wafat oleh ayahnya karena ia tidak mau tunduk pada pemerintahan Demak. Akhirnya jaka Tingkir dipungut oleh Nyi Ageng Tingkir. Nyi Ageng Tingkir merupakan janda dari Ki Ageng Tingkir yang merupakan sepupu dari Ki Ageng Pengging. Saat masih kecil, Jaka Tingkir diberi nama Mas Karebet karena ia lahir saat ayahnya menanggap wayang beber.
Karena ia tumbuh dan besar di Desa Tingkir leh Nyi Ageng Tingkir yang merupakan janda Ki Ageng Tingkir ia dikenal dengan nama Jaka Tingkir. Setelah dewasa Jaka Tingkir mengabdikan dirinya pada kerajaan Demak. Jaka Tingkir mengabdikan dirinya pada masa pemerintahan Sultan Trenggana.

4.                  Hubungan antara Arya Penangsang Jipang dengan Jaka Tingkir
Mungkin kisah tentang Jaka Tingkir juga pernah ditayangkan dalam sinetron di salah satu stasiun TV swasta di Indonesia sekitar tahun 2004. Namun apa yang ditayangkan bisa dikatakan jauh dari apa yang tercatat dalam sejarah. Salah satu yang mencolok ialah hubungan Jaka Tingkir dengan Dadung Awuk yang dikisahkan sebagai sahabat yang saling membantu, tetapi dalam sejarah dikatakan bahwa Dadung Awuk tewas di tangan Jaka Tingkir.
Dikisahkan bahwa Jaka Tingkir merupakan pemuda yang cakap dalam hal pemerintahan dan rupanya yang tampan. Jaka Tingkir menjadi pemuda yang disukai di kalangan kerajaan Demak. Hal tersebut nampak dari tindakan Sultan Trenggana yang mengangkat Jaka Tingkir sebagai anak Pungut dan juga sebagai menantu Sultan Trenggana.
Pada dasarnya Jaka Tingkir merupakan keturunan Majapahit yang dapat diterima di kalangan kerajaan Demak. Hal tersebut dimungkinkan karena ia telah memeluk agama Islam dan dalam jalan ia masuk ke ranah kerajaan Demak, ia dibantu oleh Kyai Ganjur. Sehingga jalan ia masuk ke wilayah kerajaan Demak mejadi lebih mulus.
Ia juga diangkat menjadi lurah prajurit tamtama Demak. Selain itu ia juga mempunyai hak istimewa yakni kebebasan keluar masuk istana Demak yang mana tidak semua orang berhak keluar masuk istana secara leluasa. Karena hal-hal tersebut akhirnya menimbulkan rasa sombong pada Jaka Tingkir.
Kesombongannya terlihat jelas ketika ada seseorang yang memiliki kemapuan keperwiraan tinggi namun karena rupa yang jelek dan tidak suka pada Jaka Tingkir. Jaka Tingkir sampai membunuh orang tersebut. Orang yang dimaksud ialah Dadung awuk dari Kedu yang mana dalam kisah-kisah yangada di televisi dikatakan bahwa Dadung Awuk merupakan sahabat terbaik Jaka Tingkir.
Berbicara mengenai hubungan Jaka Tingkir dengan Arya Penangsang Jipang ialah berkenaan dengan perbuatan Arya yang membunuh ipar Jaka Tingkir. Arya Penangsang Jipang membunuh Sunan Prawata beserta iparnya yakni Pangeran Kalinyamat. Karena peristiwa tersebut Nyi Ratu Kalinyamat menjadi janda dan bertapa telanjang di sebuah gunung dengan harapan agar Arya Penangsang Jipang dapat dibunuh. Dan ia tidak akan berhenti bertapa sebelum Arya Penangsang Jipang tewas.
Dalam perjalanannya Nyi Ratu Kalinyamat membuat sayembara bagi siapapun yang bisa menyingkirkan Arya Penangsang Jipang akan diberikan hadiah yang besar. Kabar tersebut didengar oleh Jaka Tingkir, sebagai adik ipar, Jaka Tingkir menyanggupi keinginan kakak iparnya tersebut. Dalam usaha menyingkirkan Arya Penangsang Jipang, Jaka Tingkir tidak sendiri. Ia dibantu oleh Ki Ageng Pemanahan dan Ki Ageng Panjawi. Sebagai bentuk penghargaan dan hadiah, Ki Ageng Pemanahan mendapat bagian daerah Mataram dan Ki Ageng Panjawi memperoleh daerah Pati.
Mengenai bentuk pengisahan kehidupan Jaka Tingkir dalam sebuah film ataupun acara di televsi cenderung mendapat pengaruh subyektif. Hal tersebut dikarenakan adanya faktor pasar. Jadi kita dalam menelaah sesuatu janganlah langsung membuat kesimpulan apalagi dengan sumber yang berkaitan dengan aspek komersil. Meskipun tidak semua hanya mengutamakan aspek komersil.
Kembali lagi pada pembahasan mengenai akhir dari kerajaan Demak ialah setelah Jaka Tingkir berhasil menyingkirkan Arya Penangsang Jipang. Dalam hal ini apat dikatakan bahwa Majapahit kembali tumbuh meskipun bukan tumbuh sebagai sebuah kerajaan. Tetapi Majapahit tumbuh dalam hal perebutan tahta.
Memang Jaka Tingkir yang merupakan keturunan dari orang Majapahit tidak menjadi Sultan Demak. Namun Jaka Tingkir menjelma sebagai Sultan Pajang pertama yang menandai bahwa Demak telah runtuh. Dalam konteks ini jelas bahwa Demak telah dihancurkan oleh Majapahit secara tidak langsung.
Adapun peristiwa penting yang terjadi setelah demak runtuh adalah adanya perubahan aliran agama dari mazhab Hanafi yang bertumpu pada ajaran Imam Hanafi. Menuju arah aliran Syiah yang dipelopori oleh Syeh Siti Jenar. Memang sudah tidak heran jika ada perubahan tersebut karena Sultan Pajang yakni Adiwijaya merupakan keturunan Ki Ageng Pengging yang menganut aliran Syiah.
Aliran Syiah merupakan aliran yang bisa dikatakan mirip dengan panteisme yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah Tuhan. Aliran ini telah dihancurkan karena dianggap  menyimpang dan dianggap meuju ke arah kemusyrikan. Dengan jalan membunuh Syeh Siti Jenar. Pembunuhan terhadap Syeh Siti Jenar sendiri dilakukan oleh para wali.
Dalam perkembangannya aliran syiah ini masih berkembang dan terus ada karena pendukungnya masih ada. Memang sulit untuk memusnahkan aliran tertentu dalam sebuah agama. Karena bukan hanya satu orang saja yan menganutnya. Tetapi ada kecenderungan untuk dianut oleh beberapa orang yang nantinya akan diwariskan pada penerus atau keturunanya.
Pewarisan aliran ini mungkin berlaku pula pada Sultan Adiwijaya[8] yang mana ayahnya sendiri merupakan murid dari Syeh Siti Jenar. Sehingga bukannya tidak mungkin kalau aliran tersebut diturunkan. Selain itu Sultan Adiwijaya atau yang sebelumnya dikenal dengan nama Jaka Tingkir di asuh oleh Nyi Ageng Tingkir yang mana suami dari Nyi Ageng Tingkir yang merupakan sepupu dari Ki Ageng Pengging, ayah Sultan Adiwijaya. Mereka berdua merupakan murid dari Syeh Siti Jenar yang menganut aliran Syiah.
Selanjutnya ialah kaitannya dengan Wali Sembilan atau dalam bahasa Jawa disebut wali songo. Wali Sembilan memiliki andil penting dalam penyebaran agama Islam. Selain itu Wali Sembilan ikut andil dalam penumpasan aliran atau bentuk pemberontakan maupun tindakan yang mengancam kerajaan.
Buktinya Wali Sembilan ikut serta dalam eksekusi Syeh Siti Jenar yang dianggap menyebarkan aliran sesat. Dengan menganggap dirinya adalah Tuhan. Selain itu Wali Sembilan utamanya Sunan Kudus yang mengeksekusi Ki Ageng Pengging yang dianggap berkedok menjalankan tugas agama tetapi pada dasarnya ingin mengambil alih tampuh kekuasaan Sultan Demak. Penting dicatat di sini bahwa raja-raja Demak terkenal sebagai pelindung agama sehingga antara raja-raja dengan kaum ulama erat bergandengan, terutama dengan Wali Sanga.[9]







[1] Slamet Muljana, 2005: 216.
[2] Sartono Kartodirjo,1988: 30.
[3] Lihat glossarium
[4] Lihat glossarium
[5] Lihat glossarium
[6] Lihat glossarium
[7] Lihat glossarium
[8] Lihat glossarium
[9] Poesponegoro M. D. & Notosusanto N. 2010: 54.


GLOSSARIUM

1.      Adipati Unus                          memiliki nama lain yakni Yat Sun sekaligus raja kedua Demak
2.      Pangeran Seda Lepen            saudara dari Trenggana yang mati di tangan Sunan Prawata
3.      Raden Patah                           memiliki nama lain yakni Jin Bun sekaligus raja pertama Demak
4.      Sultan Adiwijaya                    merupakan nama dari Jaka Tingkir setelah ia menjadi Raja Pajang yang pertama
5.      Sultan Trenggana                  memiliki nama lain yakni Tung Ka Lo sekaligus raja ketiga Demak
6.      Sunan Prawata                      memiliki nama lain yakni Muk Ming sekaligus raja keempat Demak





DAFTAR RUJUKAN


http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CC4QFjAA&url=http%3A%2F%2Fhandoyo74.files.wordpress.com%2F2007%2F09%2Fkerajaan-demak.doc&ei=L6gxUYufEsHsrAfsuYHIDg&usg=AFQjCNGSJmxi4dzlHAjWXpg_K76XaPdBVg&bvm=bv.43148975,d.bmk

Kartodirdjo, S. 1988. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 dari Emporium sampai Imperium Jilid I. Jakarta: Gramedia.

Muljana, S. 2005. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara. Yogyakarta: Lkis.

Poesponegoro, M. D. & Notosusanto, N. 2010. Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: Balai Pustaka.
 

Diberdayakan oleh Blogger.